Monday, September 18, 2017

berita tentang teknologi

Teknologi Pendeteksi Orientasi Seksual Picu Kontroversi

Liputan6.com, California - Apa yang tak bisa dilakukan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI)? Rasa-rasanya, kecerdasan buatan kini hampir bisa melakukan semua hal. Meski kemampuannya terbatas, kecerdasan bisa melakukan hal paling mendasar yang bisa dilakukan manusia pada sehari-hari.
Nah, sayangnya tidak semua peran kecerdasan buatan dianggap membawa efek positif bagi masyarakat. Terbaru, penelitian menunjukkan kecerdasan buatan bisa mendeteksi orientasi seksual seseorang hanya dengan melihat fotonya.

Sederhananya, ia bisa menebak apakah si orang yang ada di foto tersebut gay/lesbian atau tidak. Walau terdengar canggih, teknologi pendeteksi orientasi seksual ini memicu kontroversi sebagian kalangan karena telah dianggap telah memasuki ranah personal.
Bahkan, sebagian menganggap kecerdasan buatan ini bisa digunakan untuk keperluan anti-LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender).
Menurut informasi yang dilansir The Guardian, Selasa (12/9/2017), penelitan yang berlangsung di Stanford University ini mengungkap kecerdasan buatan didukung dengan algoritma komputer.
Bahkan, tingkat keakuratannya bahkan bisa mencapai 81 persen. Tak cuma gay, tingkat keakuratan kecerdasan buatan ini juga mencapai 74 persen saat mendeteksi seorang lesbian.
Kecerdasan buatan yang diterbitkan Journal of Personality and Social Psychology ini juga diklaim sudah bisa mendeteksi lebih dari 35 ribu gambar wajah yang muncul di sebuah situs kencan Amerika Serikat (AS).

Deteksi Fisik

Michal Kosinski dan Yilun Wang, dua ilmuwan yang mengembangkan kecerdasan buatan ini, menciptakan produknya dengan menggunakan jaringan saraf dalam dengan sistem penghitungan yang dapat menganalisis visual dari data yang dikumpulkan.
Dari deteksi fisik pada foto yang diperlihatkan, pria dan wanita homoseksual biasanya memiliki wajah tidak berkarakter khas.
Jenis wajah pria, ungkap mereka, memiliki rahang sempit, hidung panjang, dan dahi yang lebih besar ketimbang pria normal. Sementara, wanita lesbian memiliki rahang yang lebih besar dengan dahi yang sedikit lebih kecil ketimbang wanita normal.
Baik Kosinski dan Wang menyimpulkan, wajah seseorang ternyata memiliki informasi orientasi seksual ketimbang persepsi manusia.
Meski mereka mengembangkan kecerdasan buatan tersebut untuk mendeteksi orientasi seksual, keduanya juga berpenapat bahwa kelainan orientasi seksual juga berasal dari kombinasi hormon yang tercipta sebelum lahir. Menurutnya, menjadi seorang gay atau lesbian bukan pilihan.

sumber :http://tekno.liputan6.com/read/3090297/teknologi-pendeteksi-orientasi-seksual-picu-kontroversi
Share:

0 comments:

Post a Comment